Senin, 20 Juli 2015

Angpou dari Pendeta Budha

Pada suatu pagi yang cerah masih dalam perayaan imlek, sekitar jam 10-an, saya sedang menyapu teras rumah sambil mendendangkan lagu di puncak bukit hijau-nya Iis Sugianto, kemudian saya dikejutkan suara sapaan lembut seorang Bapak tua, sebelum menjawab sapaan selamat paginya, saya tertegun menatap sosok Bapak ini yang berpakaian  dan berpenampilan putih, bersih, sederhana, dan menebarkan aroma khas ala orangtua yang wangi, saya terkesan untuk pandangan pertama.  Kemudian beliau menanyakan keberadaan Abah saya di rumah. Saya pun mempersilahkan beliau untuk masuk dan duduk serta memanggilkan Abah. Berikutnya saya diberitahukan oleh Abah, bahwa tamunya kali ini adalah seorang Pendeta Budha.

Tak lama  kemudian Abah menemui tamunya, saya pun mendapatkan intruksi dari Ibunda untuk mengantarkan  minuman dan hidangan sekedarnya. Selepas itu mereka mengobrol dengan penuh keakraban, mendengar suara Bapak Pendeta yang lembut , bersahutan dengan suara Abah saya. Sungguh harmonis hubungan pertemanan mereka. Sekitar 30 menit obrolan santai bergulir, minuman dan makanan kecil sudah dirasai, Bapak Pendeta Budha pamit undur diri, dan memanggil saya, beliau mendekati saya dan memberikan amplop merah, dengan mengucapkan kata-kata bijak, sekali lagi dengan penuh kelembutan!  Saya terkejut dengan pemberian beliau, amplop merah! Saya pun mengucapkan terima kasih, beserta Abah, saya melepas kepergian beliau sampai hilang pandangan punggungnya dari tatapan mata.

Saya membuka amplop merah tadi, dan isinya selembar uang  baru Rp. 5000,- (nominal yang besar pada saat itu). Saya simpan amplop tersebut selama bertahun-tahun, hingga saya teringat kembali dengan kesibukan angpou-mengangpou saat Hari Raya Idul Fitri kali ini. Saya teringat sosok Bapak Pendeta Budha yang baik dan lembut hati ini, saya teringat bahwa masa kecil saya tak begitu akrab dengan istilah angpou, saya teringat bahwa masa kecil saya tak terlalu paham dengan nilai uang, saya teringat bahwa toleransi antar umat beragama itu sudah ada sejak saya kecil dan sejak sebelum saya dilahirkan, saya teringat bahwa saya menikmati hidup dalam keberagaman antar agama, suku, budaya dan bahasa, saya teringat bahwa masa kecil saya terlalu sederhana dibandingkan dengan masa anak-anak kecil sekarang."
Angpou Idul Firi yang kekinian

 Keterangan:
Definisi “angpou” dalam kamus bahasa Mandarin : sebagai "uang yang dibungkus dalam kemasan merah sebagai hadiah; bonus bayaran; uang bonus yang diberikan kepada pembeli oleh penjual karena telah membeli produknya; sogokan" (https://id.wikipedia.org/wiki/Angpau).

Maknanya : Angpau umumnya muncul pada saat ada pertemuan masyarakat atau keluarga seperti pernikahan, ulang tahun, masuk rumah baru, hari raya seperti tahun baru Imlek, memberi bonus kepada pemain barongsai, beramal kepada guru religius atau tempat ibadah, dan sebagainya. Pada pesta pernikahan, pasangan yang menikah biasanya diberi angpau oleh anggota keluarga yang lebih tua dan para undangan. Masyarakat yang masih teguh memegang budaya tradisional juga menggunakan angpau untuk membayar guru dan dokter.

Angpau melambangkan kegembiraan dan semangat yang akan membawa nasib baik. Warna merah angpau melambangkan ungkapan semoga beruntung dan mengusir energi negatif. Oleh sebab itu, angpau tidak diberikan sebagai ungkapan berbelasungkawa karena akan dianggap si pemberi bersukacita atas musibah yang terjadi di keluarga tersebut. (https://id.wikipedia.org/wiki/Angpau).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar