Beberapa waktu lalu,
saya menerima telepon dari seorang teman lama. Suaranya terdengar resah. Ia
bercerita tentang perkembangan anak pertamanya, Kenzo (bukan nama sebenarnya),
yang kini berusia 5 tahun 10 bulan.
Bunda, begitu saya
memanggilnya, baru saja dipanggil oleh guru TK. Ibu guru menjelaskan bahwa
selama dua tahun di TK, Kenzo menunjukkan perilaku “spesial”. Ia moody
saat belajar, kurang fokus, cepat bosan berada di kelas, dan belum tertarik
menulis maupun berhitung. Kenzo juga terlihat enggan berbaur dengan teman-teman
sebayanya.
Namun di sisi lain, Kenzo
dapat memahami instruksi dengan baik. Ia hanya terlihat… belum siap
untuk aspek lainnya.
Pernyataan terakhir
dari ibu guru membuat hati Bunda gundah: menurut beliau, “Kenzo belum
siap melanjutkan ke SD.”
Ditambah lagi, Kenzo
sering bertanya, “Kapan aku masuk SD?” Seakan ia sudah lelah berada di
TK dan ingin cepat beralih ke SD. Situasi ini membuat Bunda semakin bingung.
Cerita seperti ini
sangat sering terjadi dan wajar saja.
Saat Orangtua Mulai
Khawatir: Apakah Anak Saya Sudah Siap Masuk SD?
Cerita Bunda
mengingatkan saya pada sebuah pelatihan yang pernah saya ikuti tentang kesiapan anak untuk bersekolah, fokusnya menilai kesiapan belajar anak pada usia dini.
Saya merasa penting
untuk menuliskan poin-poin dasarnya. Bukan untuk menilai anak “pintar” atau
“tidak pintar”, tetapi supaya orangtua dan pendidik punya gambaran realistis
tentang apa yang bisa dilihat, dilatih, dan dibantu.
Semoga ini membantu Ayah Bunda Kenzo, dan tentu saja para orangtua yang sedang berada pada fase
serupa.
Tanda-Tanda Umum
Kesiapan Anak Masuk SD (School Readiness)
Secara umum, kesiapan
anak dapat dilihat dari empat aspek perkembangan:
- Bahasa & komunikasi
- Kognitif / cara berpikir
- Fisik & motorik
- Sosial emosional
Berikut tanda-tanda
sederhana yang bisa kita amati:
- Anak bisa mengikuti dan terlibat dalam
diskusi kelompok kecil.
- Anak memahami bahasa sehari-hari dan tahu
tentang buku, huruf, gambar, serta bisa mulai menulis meski belum rapi.
- Anak bisa memecahkan masalah sederhana.
- Anak bisa berinteraksi dengan teman,
menunjukkan empati, mau menolong, mandiri, dan mampu mengikuti instruksi.
Jika ada beberapa yang
belum muncul, itu sangat normal. Setiap anak berkembang pada ritme yang
berbeda.
Checklist Kesiapan
Masuk SD yang Bisa Dilakukan di Rumah
Berikut adalah materi
penilaian ringan yang dulu saya dapatkan dari pelatihan Save the Children. Ayah Bunda bisa melakukannya sambil bermain agar anak merasa nyaman.
Anak dikatakan mulai
siap bersekolah ketika:
- dapat melompat (maksimal 10 kali) dengan
satu kaki dan satu arah.
- bisa menunjukkan bagian-bagian buku: mana
sampul, cara membuka halaman, dan arah membaca.
- bisa menghitung benda acak 1–20
menggunakan biji-bijian atau balok, yang penting aman bagi anak.
- mampu menggambar orang dengan bagian tubuh
sederhana (kepala, rambut, mata, mulut, tangan, kaki).
- mengenal huruf-huruf dan menyebutkannya.
- bisa menanggapi dan memecahkan masalah
sederhana.
- dapat mengikuti instruksi permainan ritme
(misalnya tepuk-ketuk).
- mengenal kosakata seputar kegiatan
sehari-hari (pasar, kebun binatang, hewan sekitar).
- mengenal bentuk dasar: segitiga,
segiempat, lingkaran, kubus.
- bisa menjawab pertanyaan dari cerita
pendek yang dibacakan.
- bisa melengkapi pola gambar.
- memegang pensil dengan benar dan bisa
menulis namanya.
- dapat memahami gambar emosi (contoh:
gambar anak menangis → karena sedih mainannya rusak).
- mengenali angka 1–20 dan menyebutkannya.
- menggambar bentuk sesuai contoh.
- membedakan ukuran dan isi (besar–kecil,
penuh–kosong).
- memahami tambah-kurang sederhana.
- mengetahui nama-nama hari.
- mengenal emosinya sendiri.
- tahu kapan harus mencuci tangan.
- mampu menyusun dan menyelesaikan puzzle
sederhana.
Checklist ini hanyalah
pedoman, bukan standar mutlak.
Jika Anak Belum
Siap, Apa yang Bisa Dilakukan Orangtua?
Penilaian ini TIDAK
untuk memberi label. Anak bukan “layak” atau “tidak layak”, semata-mata
untuk memberi gambaran apa yang bisa diperkuat orangtua.
Pendampingan yang bisa
dilakukan misalnya:
- Mengurangi waktu screen time agar anak punya lebih banyak waktu
bermain fisik dan bersosialisasi.
- Membangun suasana belajar yang tenang di rumah : matikan TV, jauhkan gawai,
dan melibatkan anggota keluarga.
- Membuat alat peraga belajar sendiri
bersama anak, seperti poster
huruf, angka, kartu kata.
- Membangun budaya baca dengan menyediakan buku cerita dan
membacakan rutin sebelum tidur.
Masih banyak hal
kreatif lainnya yang bisa dilakukan. Intinya, orangtua perlu hadir, membimbing,
dan memberikan ruang bagi anak untuk bertumbuh sesuai ritmenya.
Semua
Anak Punya Waktunya
Sebagai penutup, ada
kutipan indah dari Pablo Neruda:
“Encourage your
child to ask questions and teach them how to seek the answer : in books, conversations, and dialogues.”
Setiap anak punya
waktunya sendiri.
Dan setiap orangtua punya peran besar untuk menemani proses itu, tanpa tergesa,
tanpa perbandingan, dan tanpa kehilangan kasih.
Semoga tulisan ini
membantu para orangtua yang sedang berada dalam fase kebingungan seperti Ayah Bunda Kenzo.
Tidak apa-apa kalau anak belum siap, yang penting orangtua siap menemani mereka
tumbuh.
Komentar
Posting Komentar