Judul Buku: Terusir ; Penulis: Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah), Gema Insani, Jakarta, 2016; Jumlah Halaman: 124 halaman; Genre: Fiksi Klasik/Drama Sosial
Novel Terusir adalah salah satu karya Buya Hamka yang
mengambil latar tahun 1930-an, di mana Indonesia masih berada di bawah
penjajahan Belanda dan adat istiadat, khususnya adat Minang, masih kuat
mengakar dalam masyarakat.
Kondisi sosial, ekonomi, dan pendidikan pada masa itu juga masih
terbatas.
Novel ini menonjolkan ciri khas kepenulisan Hamka yang dramatis, sering kali
menempatkan tokoh perempuan sebagai korban ketidakberdayaan akibat harga diri
laki-laki dan kekakuan adat istiadat.
Sinopsis:
Cerita ini berpusat pada Mariah, seorang perempuan kampung biasa yang cantik, yang dinikahi oleh Azhar, lelaki dari keluarga kaya, terpandang, dan berpendidikan tinggi. Pernikahan mereka ditentang keras karena perbedaan latar belakang sosial yang mencolok. Meskipun demikian, mereka menikah dan dikaruniai seorang putra bernama Sofyan, menjalani rumah tangga selama 10 tahun penuh tekanan dari keluarga Azhar.
Mahligai rumah tangga
mereka runtuh akibat kecurigaan berlebihan, ego Azhar yang membabi buta, dan
intrik jahat keluarga. Azhar mendapati Mariah berdua dengan sepupunya di kamar,
dan tanpa memeriksa fakta lebih lanjut, Azhar yang emosi langsung mengusir Mariah
dengan tuduhan berzina.
Sejak saat itu,
penderitaan Mariah dimulai. Ia berjuang sebatang kara, mencari pekerjaan hingga
akhirnya menjadi pembantu di rumah keluarga Belanda dan ikut pindah ke Jawa.
Kehidupannya semakin terpuruk setelah pernikahan singkatnya dengan Yasin yang
hanya mengincar hartanya. Setelah tabungannya habis dan diceraikan, Mariah yang
putus asa akhirnya terjerumus ke lembah prostitusi.
Di sisi lain, Sofyan, anak mereka, tumbuh
menjadi pengacara sukses di Jakarta. Takdir mempertemukan kembali ibu dan anak
dalam sebuah tragedi. Mariah, yang kini seorang PSK, membunuh Wirja, teman
Sofyan yang iri dan berniat membocorkan rahasia identitas Mariah. Mariah
ditangkap, dan ironisnya, kasus pembelaannya jatuh ke tangan Sofyan, anaknya
sendiri, yang belum mengetahui identitas asli sang ibu.
Pembelaan Sofyan
terhadap Mariah ....
“ Betul perempuan
ini jahat menurut pandangan kita, menurut hukum masyarakat kita. Tetapi, kita
tidak boleh segera mengutuk semua perempuan telah tadi jahat. Tiap hari kita
mendengar perempuan yang dipaksa oleh kesulitan penghidupan sehingga
kemiskinan itu menghilangkan rasa malu, dan adakalanya seorang perempuan
tersesat, terjerumus ke lembah kehinaan bukan karena salahnya sendiri, sebab ia
seorang perempuan yang lemah tetapi dari salah kita laki-laki jua!
Poin Plus :
- Mengaduk emosi: Narasi dalam novel ini sangat kuat
dan berhasil mengaduk emosi pembaca. Deskripsi penderitaan Mariah terasa menyesakkan
dan dramatis, membuat pembaca ikut merasakan kepedihan tokoh utama.
- Kritik sosial : Buya Hamka dengan cerdas mengkritik
keras adat istiadat yang kaku dan feodalisme masyarakat Minang pada saat
itu, serta harga diri laki-laki yang sering kali mengorbankan martabat
perempuan.
- Gaya bahasa: Meskipun menggunakan ejaan lama
dengan setting 1930-an, bahasa yang digunakan Hamka tetap indah, mengalir,
dan puitis, mudah dipahami dalam waktu singkat (novel ini hanya 124
halaman dan bisa dibaca sekitar 3 jam).
- Pesan moral : Novel ini memberikan pelajaran
mendalam tentang pentingnya berpikir jernih sebelum mengambil keputusan,
bahaya egoisme, dan konsekuensi jangka panjang dari sebuah prasangka.
Nasehat Haji Abdul Halim kepada Azhar menjadi salah satu poin terkuat dalam
penyampaian pesan ini.
“ Sungguh,
Sahabatku ... barang sesuatu apabila berada dalam tangan, kecacatannyalah yang
tampak. Setelah ia lepas dari tangan, barulah kita akan ingat baiknya ...”
Catatan:
- Plot dramatis : Beberapa pembaca mungkin merasa alur
cerita terlalu banyak unsur kebetulan yang tragis (melodrama), terutama
pada akhir cerita di mana ibu dan anak bertemu di meja hijau tanpa saling
mengenali.
- Karakter Azhar : Karakter Azhar yang langsung
mengusir istrinya tanpa investigasi lebih lanjut terkesan terlalu
tergesa-gesa dan kurang masuk akal untuk ukuran orang terpelajar, meskipun
hal ini diperlukan untuk menjalankan alur cerita utama.
Kesimpulan:
Terusir adalah novel klasik Indonesia yang kuat secara emosional dan kaya akan kritik sosial. Buya Hamka berhasil melukiskan potret buram masyarakat yang terikat adat kaku dan menempatkan perempuan pada posisi yang lemah. Meskipun alurnya terasa sangat tragis, novel ini adalah bacaan penting untuk memahami dinamika sosial masa lalu dan merenungkan kembali nilai-nilai kemanusiaan.Rekomendasi:
Buku ini direkomendasikan bagi:
- Pecinta sastra klasik Indonesia.
- Pembaca yang menyukai drama keluarga yang
mengaduk emosi.
- Mahasiswa atau siapa pun yang tertarik
dengan kajian sosiologi dan budaya Minangkabau di masa kolonial.
Komentar
Posting Komentar